Rabu, 01 Juni 2011

saya tidak setuju adanya UJIAN NASIONAL

Beberapa waktu kemarin, indonesia heboh dengan kabar musiman, tentang Ujian Nasional. Pro dan kontra masih tetep mewarnai suasana dari awal ujian sampai akhir pengumuman. Sesuai dengan judul yang saya pilih saat ini, saya termasuk orang yang kurang bahkan tidak setuju dengan adanya Ujian Nasional. Mengingat pengalaman saya (bukan pengalaman mencontek lho ya), pengalaman tentang pengakuan beberapa teman saya tentang ujian nasional.
Ketika itu, tahun 2008 saya mengikuti ujian nasional tingkat SMA/SMK/MA. Kebetulan saya bersekolah di sekolah kejuruan favorit di kota saya. Dari 2 bulan menjelang ujian, kami siswa tingkat 3 bener-bener “digembleng” dengan soal-soal. Sampai beberapa teman kelas saya jenuh, bahkan ngomong “napa ga di bocorin aja, gampang kan? Daripada kaia gini, jenuh banget ama soal-soal latihannya”. Namun, Alhamdulillahnya guru-guru saya masih ada di jalan yang lurus (halah...). tidak 1 soal pun yang mereka bocorkan kepada kami sampai hari H ujian.
Waktu berlalu, sampai akhirnya pengumuman pun ikut berlalu (lebay!). 4 orang tercatat tengah belum lulus ujian, 1 diantaranya teman sekelas saya. But it’s OK! Kami semua bisa menerima itu, walopun tetep merasa, kebahgiaan kelulusan kami kurang.
Beberapa hari setelah ujian, ketika itu saya sempatkan main ketumah sahabat saya yang juga 1 angkatan, namun beda sekolah. Banyak sekali hal yang kita share ketika itu, namun yang paling dominan adalah tentang ujian nasional yang beberapa waktu sebelumnya tengah kami jalani.
Satu pertanyaan yang saya ingat ketika itu,
“tempatmu dapet bocoran ga?”
Saya jawab tidak, karena emang sekolah saya tidak memberi bocoran 1 soalpun. Teman saya ngomong..
“masa si engga?”
Ngalor ngidul kita ngobrol, ternyata eh ternyata, di sekolah teman saya, guru-guru yang bersangkutan dengan leluasa memberi bocoran jawaban lewat sms.
Rada aneh emang, secara di sekolah saya, tiap siswa dilarang membawa hape ketika memasuki ruang ujian. Ketika itulah saya merasa ketidak adilan yang bener2 sangat tidak adil. Disatu sisi, kami (sekolah saya) bener-bener mempersiapkan semuanya dengan cara yang bersih, 2 bulan sebelumnya kami bener2 di gembleng dengan soal-soal latihan, tapi mengapa di sisi lain, ada sekolah yang bisa dibilang “hanya bermodalkan hape” untuk bisa mengerjakan soal-soal ujian ketika itu.

1 tahun berlalu. Ketika saya masuk ke Universitas saya, kebetulan ada teman 1 kelas yang juga sama-sama lulusan dari sekolah sahabat saya, namun 1 tahun di bawah sahabat saya. Tidak pikir panjang ketika itu, saya langsung tanya “tempat kamu pasti dapet bocoran pas ujian nasional kemarin”.
Satu hal yang saya tangkap dari “mimik” wajahnya adalah antara bingung, malu, semua nyampur jadi 1. tidak lama setelah saya tanya, dia jawab. Yah... dia bicara blak-blakkan (maklum, dia aktif di organisasi di sekolahnya).
Dia mengatakan bahwa, itu sudah biasa (WHAAAATTTT... !!!!????). beberapa hari sebelum ujian nasional, guru-guru se-ka*u*a*en, kumpul untuk membahas ujian nasional yang sebentar lagi akan siswa mereka hadapi. Kemudian selama hari H ujian, guru dimana teman saya dan sahabat saya (1 sekolah), berangkat pagi-pagi sekali, untuk mengerjakan soal-soal ujian, dan hasilnya di kirim lewat pesan singkat atau yang lebih kerennya sms, dan di sebarkan ke murid-murid lain.
Speechless ketika itu... waw..!!!
Teramat sangat tidak adil. Karena saya merasa dengan susah payah saya ngejalani mulai dari persiapan sampai hari H ujian dengan “keringat bersih”, tapi diluar sana, seakan sudah menjadi jaminan untuk lulus kalau kita masuk ke sekolah itu.
Apa lagi untuk masuk ke Universitas, memang ada jalur tes, tapi nilai ujian nasional sendiri setidaknya sangat berpengaruh. beberapa dari kami merasa kesulitan dengan nilai yang mungkin kurang memuaskan untuk bisa masuk ke Universitas yang kami inginkan, tapi diluar sana ternyata.....
Itulah sebabnya, saya termasuk orang yang sangat dan sangat kontra dengan diadakannya Ujian Nasional. SANGAT TIDAK ADIL !!!!!

Tidak ada komentar: