Jumat, 17 Desember 2010

Mengapa harus sebelah mata ???

apa yang anda pikirkan ketika melihat judul di atas ?? apakah tentang seseorang yang sedang mengalami sakit di bagian mata sehingga ia hanya bisa melihat hanya dengan sebelah matanya saja ???? kalo ternyata yang anda pikirkan adalah apa yang telah saya katakan tadi, ternyata anda termasuk orang yang pintar... (lho?!!!!)
tentu saja tidak teman...
di sini saya hanya ingin membahas betapa sebegitu sempitnya seseorang atau sekelompok masyarakat dalam menilai sesuatu tanpa mau membuka pikiran mereka lebar-lebar tentang apa sisi lain yang dapat mereka tangkap dari hal mereka nilai...
ada banyak sekali contoh tentang sempitnya cara pikir masyarakat dalam menilai suatu hal. Tidak perlu jauh-jauh mencarinya, carilah yang ada disekitar kita, sebagai contoh saya... ^^
saya tengah melanjutkan study di sebuah universitas di kota saya. Bisa dikatakan, ada banyak sekali hambatan bahkan cobaan mental yang saya terima ketika saya memutuskan untuk melanjutkan study ke universitas tersebut. Bahkan sampai detik ini, dan bisa saja sampai semester akhir nanti...
banyak orang bilang di universitasku ada banyak sekali “ayam kampus”, bahkan bisa di bilang masyarakat sering menganggap rata pandangan mereka terhadap seluruh wanita yang tengah study di universitasku. Menurut saya itu adalah salah satu bukti bagaimana sempitnya pemikiran masyarakat dalam menilai suatu hal. Mungkin di pikiran mereka hanya universitas atau perguruan tinggi yang ber-basic islam lah yang bersih dari yang namanya “ayam kampus”. Tanpa mereka sadari dan tanpa mereka mau melihat bagaimana bebasnya pergaulan anak muda jaman sekarang. Bukan hanya para mahasiswa, tetapi siswa SMA bahkan SMP pun tidak sedikit yang sudah melakukan hubungan sex diluar nikah, dan tidak salah juga jika kita menganggap mereka sebagai “ayam sekolah” (‘ayam’ yang ada di kampus namanya “ayam kampus”, sedangkan ‘ayam’ yang ada di sekolah namanya “ayam sekolah”)
*gag penting banget*
kembali ke contoh...
bukan hanya itu saja yang sering masuk ke telingaku tentang bagaimana hujatan-hujatan masyarakat tentang universitasku.
Banyak masyarakat menganggap universitas saya adalah universitas murahan (bahasa belandanya ‘ecek-ecek’, hahaa...). masyarakat sering sekali lebih ‘melebih-lebihkan’ seseorang yang tengah kuliah di luar kota di manapun universitasnya entah itu universitas yang sudah mempunyai nama atau belum. Mereka hanya berfikir bahwa universitas di luar kota lebih bagus kualitasnya di bandingkan universitas di kotanya sendiri, maklum lah.... di luar kota ada banyak sekali universitas dari pada di kota kelahiran saya.
Padahal, tidak ada yang salah, perihal dimanapun kita melanjutkan study, entah itu di luar kota ataupun di kota kelahiran sendiri. Mata kuliah yang di ajarkan sama. Baik buruknya menurut saya bukan terletak di mana kita melanjutkan study, tetapi pada mahasiswanya. Ketika ada seorang mahasiswa tengah melanjutkan study di universitas yang mereka anggep murahan tetapi mahasiswa tersebut menjalani apa yang menjadi pilihannya dengann niat yang kuat, tidak akan ‘tidak mungkin’ kualitas yang ia peroleh sama dengan kualitas mahasiswa lulusan universitas di luar kota...
Contoh terakhir (atau lebih tepatnya ‘beban mental terakhir’) yang saya dapat ketika saya putuskan untuk melanjutkan study ke universitas di kota kelahiran saya adalah ada banyak sekali orang bahkan hampir semua masyarakat mengaggap mahasiswa yang tengah study di sekolah tinggi ilmu kesehatan (entah itu perawat ataupun bidan) lebih ‘baik’ dibandingkan seorang mahasiswa yang tengah study di fakultas keguruan ataupun fakultas-fakultas lain.
Sedikit cerita... satu atau tahun yang lalu ada seorang teman yang bertanya kepada saya dimana saya melanjutkan study, ketika saya menjawab di universitas ******sensor******, dia malah berkomentar “mengapa saya melanjutkan study di tempat itu?? kuliah tu di kesehatan, perawat atau bidan”...
Antara sakit hati dan ‘gemes’ mendengar komentar dia tentang saya. Yang ada dipikiran saya saat itu “kenapa dia berbicara seperti itu tanpa melihat kondisi dia yang hanya bekerja sebagai burh jahit? Kenapa dia tidak berfikiran bahwa ‘dia bisa melanjutkan kuliah, sedangkan saya tidak, tidak seharusnya saya berbicara seperti itu kepada seseorang yang nasib nya lebih beruntung dari pada saya’.
Memang terasa begitu aneh ketika masyarakat tidak mau menyadari bahwa kesuksesan dan rejeki sudah ada yang mengatur. Tanpa mereka sadari bahwa setiap orang akan sukses, tergantung waktu, apakah 5, 10, ataupun 15 tahun lagi.
Semua yang telah saya tulis (lebih tepatkah curahan isi hati saya???? ) adalah sebagian kecil contoh tentang bagaimana sempitnya pemikiran mereka dalam menilai suatu hal. Bagaimana dengan anda??
Apakah anda juga termasuk dalam masyarakat yang berpemikiran sempit??